Proses pembuatan maskot singa dan sapi oleh remaja desa |
Ahad
(25/09/2016), bersamaan solawat tarhim
sebagai tanda akan memasuki waktu maghrib berkumandang di masjid saya memasuki
area kontrakan teman. Kontrakan berpenghuni 18 orang Madura ini berlokasi di
desa Dinoyo, sekitar 50 meter dari mall Ramayana dan 150-an meter dari kampus
Universitas Islam Malang. Penghuni kontrakan kesemuanya cowok dan merupakan
mahasiswa pasca sarjana di UNISMA.
Saat
itu saya perhatikan di depan kontrakan sedang berkumpul warga yang terdiri dari
orang tua, remaja dan anak-anak. Mereka tampak sedang mengerjakan maskot hewan
sapi dan singa dari bambu, bekas kardus semen dan peralatan lainnya. Diburu
rasa penasaran, saya menghampiri kerumunan itu.
Dari
seorang ibu-ibu saya diberi tahu bahwa akan ada pawai suro/ asura sekelurahan Dinoyo Malang. Setiap RT di kelurahan
tersebut yang jumlahnya 50-an turut memeriahkan agenda tahunan ini. Kelurahan Dinoyo terdiri dari 6 RW, dan
masing-masing RW rata-rata memiliki RT setidaknya 7-10. Masing-masing RT tengah
mempersiapkan diri untuk pawai karnaval itu. Mereka akan menampilkan kreativitas
sesuai tema yang mereka usung. Untuk Rukun Tangga yang terdapat kontrakan
temanku itu mengusung tema bantengan dengan maskot hewan sapi dan singa.
Persiapan
karnaval ini digawangi oleh remaja kampung termasuk biaya operasionalnya. Salah
satu pemuda bernama Bambang mengungkapkan mereka urunan biaya. Sedangkan para
orang tua hanya mendampingi dan memberikan saran jika dibutuhkan. Untuk para
anak-anak bertugas menjadi penari, yang saya tidak tahu bisa dikategorikan
jenis tarian apa. Hampir setiap malam mereka latihan menari yang gerakannya
mirip silat.
Kegiatan
pawai karnaval yang akan berlangsung pada tanggal 2 Oktober nanti merupakan
serangkaian acara dari bersih-bersih desa. Bapak Subandi, mantan ketua RT 07 RW 04, yang
jabatannya baru berakhir tahun 2014 lalu, menjelaskan bahwa bersih-bersih desa
ini merupakan uri-uri punden. Uri-uri berarti mengenang atau memperingati
jasa punden. Punden sendiri menurut
Bapak Subandi adalah istilah bagi leluhur pembabat sekaligus pendiri desa.
Lebih jelasnya uri-uri punden adalah ritual mengenang jasa pendiri desa
yang diadakan setiap tahun pada bulan asura/
suro. Kebetulan kegiatan tersebut tahun ini bertepatan pada bulan September. Sumber lain mengatakan Punden adalah tempat terakhir perinstirahatan
leluhur yang biasanya terdapat pohon beringin besar dan di bawahnya terdapat
aliran sungai.
Sedangkan Fatoni Toha, seorang tokoh di Areng-Areng, menjelaskan punden merupakan pusat. Jika di Madura, punden seperti "Bujhuk" yang kalau dibahasaindonesiakan adalah juru kunci. Tempat semisal makam atau seorang tokoh yang dijadikan pusat suatu daerah itu disebut punden.
Rangkaian
kegiatan uri-uri punden dimulai dengan nyekar makam. Nyekar makam yang berupa
bersih-bersih kuburan leluhur ini hanya dilakukan oleh panitia yang terdiri
dari aparat desa. Dilanjutkan dengan pentas seni wayang dilaksanakan pada hari
Senin (19/09) sebelumnya. Puncak rangkaian acara berupa kirab
tumpeng yang diiringi berbagai parade kesenian nusantara. Seperti kesenian
bantengan, barongsai, leang-leong dan ondel-ondel. Parade karnaval yang berlangsung nanti tanggal 2
Oktober. Pada puncak acara, jalan
sepanjang Dinoyo dipastikan macet total. Saya berharap pada saat itu bisa
menyaksikan langsung parade karnaval uri-uri punden.
“Namanya
Eyang Aji Singomenggolo,” kata Bapak Subandi memberitahu nama Punden desa Dinoyo Malang. Menurutnya
beliau adalah prajurit Majapahit.
>>=== Semoga Anda berkenan ===>>
0 comments:
Post a Comment
Terimakasih telah meninggalkan jejak