Di sini boleh ngawur, ketawa, misuh, teriak dan sebagainya karena blog ini hanya TA-KAN-TAH. Takantah berarti tidak sungguhan, bisa fiktif belaka, namun blog ini nyata.
  • Maaf dan Terimakasih

    Kata "Maaf" dan "Terimakasih" bukan ungkapan basa-basi. Ia adalah kualitas kemanusiaanmu

  • Gak Usah Ember

    Ada banyak hal yang tidak perlu diumbar ke orang lain, biar kemesraan hanya milik kita. Sekalipun itu telah jadi kenangan.

  • Dua Tangan

    Jika ocehanmu tak bermutu, ngocehlah sama tanganku.

  • Terpisah Rak Buku

    Maka apa yang lebih mesra dari sepasang kekasih yang terpisah rak buku?.

Sunday, December 16, 2012

LOPER KORAN UNTUK NEGERI


Mutirrahman*

Media massa atau Pers yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan media, merupakan sesuatu yang sangat urgen bagi perkembangan suatu bangsa. Karena demikian, media mencerminkan situasi dan kondisi dari kehidupan masyarakat di mana media tersebut bergerak. Sehingga pers menjadi alat bantu yang efektif bagi negara untuk dapat lebih mudah melakukan kontrol terhadap masyarakat. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, bahwa  fungsi pers adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial.
Seiring perkembangan jaman, media massa pun mengalami perkembangan. Jika dulu media massa yang ada terkesan tradisional, maka sekarang tidak lagi. Surat Kabar, majalah, radio, televisi, film (layar lebar), sekarang telah berkembang menjadi lebih modern dengan adanya teknologi semisal internet, telepon selular dan lainnya.
Namun meski demikian, teknologi canggih tidak lantas menghapus eksistensi media massa tradisional sebagai penyalur informasi. Dalam hal ini, Surat Kabar tetap menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat. Terbukti dengan masih eksis dan bertambahnya penerbit, penjual dan pelanggan Koran di negeri ini. Khususnya Madura.
Koran telah sangat akrab bagi mayarakat di Indonesia termasuk di Madura sendiri. Terutama bagi kalangan pelajar, pemerhati budaya, ekonomi, sosial, pendidikan dan maupun sastra. Sebab koran selalu menyajikan segala informasi yang dibutuhkan masyarakat luas, kecuali koran tertentu. Baik itu masyarakat dari kalangan bawah, menengah atau kalangan masyarakat atas.
Dengan demikian, maka surat kabar semacam koran ini sudah bisa dikatakan sebagai salah satu alat vital dalam proses pembangunan. Dan sudah semestinya negara memberikan apresiasi yang patut pada Koran dan tentunya juga pada media massa yang lain. Tidak lepas dari semua ini, adalah Loper Koran yang juga dirasa pantas mendapat apresiasi tersebut.
Loper koran atau distributor koran, dalam bahasa penulis, merupakan salah satu ‘pejuang’ kemakmuran bangsa. Mereka juga andil dalam memajukan negeri tercinta ini. Meski tidak sepenuhnya, tapi mereka telah ikut meluaskan informasi dan wawasan masyarakat. Sehingga masyarakat menjadi tahu sebaik atau seburuk apa negeri ini. Bukankah suatu negeri akan lebih maju dengan luasnya informasi dan wawasan masyarakatnya?
Dengan begitu, masyarakat pun punya pilihan untuk ikut menyumbang demi kebaikan negeri tercinta. Atau paling tidak, rakyat tidak ketinggalan informansi bagaimana sesungguhnya negeri Indonesia. Apa saja perubahan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap Tanah Air, dan sebagainya.
Semua ini tidak bisa dilepaskan dari peran para Loper Koran. Bahkan hemat penulis, sang Loper Koran tidak kalah besar jasanya pada negeri ini dibandingkan dengan para wakil rakyat, yang kebanyakan hanya bisa mewakili keingin rakyat. Keinginan untuk kaya, keinginan untuk hidup tenang, keinginan untuk memiliki mobil dan keinginan rakyat yang lain.
Selanjutnya, penulis pasrahkan pada pembaca akan dinilai seperti apa Loper Koran itu? Wallahua’lam.
>>=== Semoga Anda berkenan ===>>

Tuesday, December 11, 2012

MAHASISWA DAN KREATIVITAS DI BLOG


Muktir Rahman Syaf

            Tentang bagaimana seorang mahasiswa dinilai cerdas di masa mengenyam pendidikan, orang boleh saja berbeda pendapat. Ungkapan umum selama ini adalah bahwa mahasiswa tanpak cerdas ketika indeks prestasinya banyak. Saya sendiri tak suka uangkapan itu, karena saya merasa seorang mahasiswa, khususnya yang masih aktif di kampus, tampak cerdas ketika ia memiliki..............blog!
            Tentu ada sebabnya. Sebab itu adalah karena saya punya pengalaman cukup intens ketika menikmati kreativitas para mahasiswa di blog-nya. Namanya Mashitah Mirza, yang blognya selalu saya tongkrongin setiap kali online. Dia berstatus mahasiswi di salah satu universitas terkemuka di Djogja. Kreativitasnya di blog pribadinya, sungguh sangat saya kagumi. Artikel-artikelnya semakin menggambarkan bahwa dia adalah mahasiswi cerdas. Setiap bahasan yang diposting ditulis dengan rapi, alurnya runut dan bahasanya lugas. Perfect, begitulah ungkapan yang pantas untuk artikel-artikelnya di blog.
            Banyak hal yang Mashitah tulis, mulai dari kejadian-kejadian lucu, menyebalkan, menyenangkan, puisi, cerpen, tugas kuliyah, opini dan hal-hal lain. Saya setuju jika dia memposting semua tulisannya tentang apapun, karena seyogyanya blog memang adalah day note (catatan harian) atau istilah lainya diary.
            Alasan lainnya, kenapa saya mengatakan mahasiswa tampak cerdas ketika memiliki blog, sungguh betapa jarangnya mahasiswa di indonesia yang mengerti tatacara memiliki blog pribadi. Malah yang banyak dari sekian juta mahasiswa indonesia, hampir 80% tidak paham memposting artikel ke blog dan bahkan tidak tahu cara membuatnya. Hal ini pun semakin diperparah dengan maraknya mengcopy paste artikel punya orang lain dari internet untuk memenuhi tugas mata kuliyah dari dosen. Padahal, harus diakui, mengcopy paste karya orang lain itu pekerjaan “terhina” dalam dunia pendidikan mahasiswa. Jadi, memiliki blog pribadi yang ternyata masih sangat langka di kalangan mahasiswa, cukup untuk menyebutnya cerdas.
            Jadi, begitulah saya berkesimpulan bahwa seorang mahasiswa akan tampak cerdas kala dia sudah memiliki blog pribadi. Tak bisa tidak mesti begitu, karena saya pun banyak kenal dengan mahasiswa yang “pintar”. Misalnya Indeks Prestasinya paling tinggi, makalahnya dipuji dosen karena bagus, selalu dipuji dosen karena aktif di kelas. Dalam prestasi yang seperti itu, sungguh sikap saya biasa-biasa saja. Pernah juga saya berbincang dengan mahasiswa yang setiap harinya menjadi pembicaraan karena setiap ujiannya nilainya selalu bagus. Namun hal itu tak membuat tubuh saya bergeming, kerena bisa saja makalahnya hasil dari copy paste dan setiap ujian hasil contek, maka apa yang bisa dibanggakan dari mahasiswa yang demikian?, sekalipun dia diwisuda dengan nilai comeloud.
            Dengan memiliki blog pribadi banyak hal bisa dilakukan dan menambah kreativitas, misal memahami seluk beluk dunia internet, adu pintar mendesaind dan layout blog sehingga tampak indah dan mampu mengundang banyak pengunjung, punya kegiatan menulis untuk mengasah kemampuan menulis mahasiswa yang merupakan suatu hal wajib dimiliki mahasiswa, dan hal yang lainnya.
            Ya, ini memang selera pribadi. Karena itu saya tak berselera besar untuk memperdebatkannya. Namanya saja “selera”, sangat mempribadi, subjektif. Kerena itu pula, saya tak begitu bernafsu mencampuradukannya dalam hal penentuan perlu tidaknya mahasiswa punya blog pribadi. Namun pertanyaan yang saya ajukan, di dunia global yang serba canggih dan penuh tegnologi ini, masihkah seorang mahasiswa yang selalu berbenturan dengan dunia pendidikan tidak bisa untuk sekedar paham, jika tidak bisa memiliki, sebuah blog saja? Jika di negara luar sana anak seusia SD saja sangat paham dunia internet apalagi hanya blog, masihkah mahasiswa indonesia tetap diam?

Penulis adalah mahasiswa INSTIKA merupakan penggiat stress-Mu yang suka otak atik blog.
>>=== Semoga Anda berkenan ===>>

BAHASA MADURA V BAHASA ASING



 Muktir Rahman

Madura tengah dihadapkan pada tantangan jaman modern, yang menuntut perubahan besar-besaran di pulau garam ini. Semua pihak tengah beruasaha menyambut tantangan tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan diantaranya adalah menguasai bahasa asing, yang dengan pasti menjadi penting untuk dimiliki masyarakat madura.
Penguasaan bahasa asing menjadi hal yang sangat dibutuhkan saat ini. Karena demikian, dengan menguasai bahasa semisal bahasa inggris, arab, mandarin dan lainnya diyakini dapat mengangkat strata sosial ke tingkatan lebih tinggi. Terlebih semenjak diresmikannya jembatan Suramadu.
 Jembatan yang menghubungkan pulau Madura dan Surabaya (Pulau Jawa) tersebut, semakin mempermudah budaya luar untuk masuk ke Madura. Entah itu melalui alat media elektronik atau dari orang-orang manca negara sendiri yang membawanya langsung. Hal ini dapat dibuktikan dengan mulai berdatangannya turis manca negara dan yang paling nampak adalah media elektronik yang canggih semisal internet, selular, komputer, dan sebagainya yang intinya memberikan dampak cukup besar.
Dampak yang dimaksud tentunya sebagian bersifat negatif dan sebagian yang lain positif. Dampak positifnya semisal masyarakat Madura bisa mengenal budaya luar Madura, bahkan budaya yang ada di luar Indonisa. Begitu pula sebaliknya masyarakat luar dapat mengenal budaya Madura. Suatu hal yang sangat baik untuk mengenalkan lebih luas bagaimana Madura yang sesungguhnya, dan hal ini tentunya dapat dilakukan secara maksimal dengan penguasaan bahasa asing yang bagus.
Sedangkan dampak negatifnya bisa berupa memudarnya budaya lokal. Hal ini salah satunya disebabkan oleh masyarkat yang mulai meninggalkan budayanya sendiri dan lebih tertarik pada budaya lain. Salah satu contoh, para remaja mulai enggan mempelajari bahasa Madura murni dan malah lebih tertarik untuk mempelajari bahasa asing. Bahkan ironisnya, remaja Madura yang merantau ke kota-kota besar di Jawa kurang percaya diri berbicara menggunakan bahasa Madura. Justru mereka labih bangga menggunakan bahasa jawa, inggris, arab atau bahkan mandarin dengan sesamanya.
Parahnya lagi, di sekolah-sekolah yang terdapat di Madura mulai memberlakukan wajib belajar bahasa asing sedangkan bahasa sendiri tidak lagi diwajibkan. Mereka tidak lagi mencantumkan materi bahasa Madura sebagai materi wajib ajar. Jadi sangat wajar jika dikatakan pendidikan di Madura tidak lagi bermutu sebab pendidikan lebih memprioritaskan bahasa asing daripada bahasa sendiri.
Hemat penulis, menguasai berbagai macam bahasa memang sangat dibutuhkan. Tidak ada larangan, bahkan kita semua harus mendukungnya. Sebab dengan menguasai banyak bahasa akan mempermudah untuk menjalin hubungan dengan warga manapun. Dan hal ini sangat penting bagi negara.
Namun, menguasai berbagai macam bahasa bukan lantas melupakan bahasa sendiri. Siapapun masyarakat Madura, tidak ada larangan menguasai bahasa inggris, arab, mandarin dan lainnya, tapi jangan lantas melupakan bahasa sendiri. Sebab bisa dikata, bahasa Madura adalah ruh budaya Madura, dan budaya Madura wajib hukumnya untuk dijaga kelestariannya.
Lalu, masihkah pantas mengaku orang Madura jika tidak mau menggunakan bahasa Madura? Wallaua'lam.


Mahasiswa INSTIK Annuqayah, rahmana_syaf@yahoo.co.id atau m.rahmanasyaf@gmail.com
>>=== Semoga Anda berkenan ===>>

Thursday, December 6, 2012

PENTINGNYA MENJAGA SOLIDARITAS PETANI MADURA


Muktirrahman*

Akhir-akhir ini berbagai kalangan, tak terkecuali petani, tengah dilanda kekhawatiran akan “melonjaknya”  harga bahan bakar minyak, yang dipastikan berakibat pada naiknya harga sembako. Kekhawatiran ini tidak dapat dipungkiri apalagi pasca langkanya BBM beberapa hari yang lalu. Meskipun belum ada kepastian yang jelas dari pemerintah terkait apakah harga BBM akan naik atau “hanya” subsidinya dicabut atau bahkan tak ada perubahan samasekali. Tetap saja bagi sebagian besar kalangan apalagi masyarakat kecil (petani, red.) sangat khawatir, sebab isu yang berkembang harga bahan bakar akan lebih mahal dari sebelumnya. Terlepas dari semua itu, penulis hanya menaruh perhatian pada kekhawatiran yang menghantui petani Madura.
Kehawatiran yang dimaksud cukup beralasan, karena masyarakat kecil tidak punya banyak uang. Bila saja harga untuk kebutuhan primer bertambah mahal, maka segalanya akan ikut bertambah mahal, dan itu artinya masyarkat semakin sengsara sebab bahan pokok tak lagi terpenuhi. Dan kehawatiran ini diperparah dengan semakin merosotnya solidaritas antar sesama di negeri ini, yang telah memunculkan ajaran baru yaitu “membantu jika dibayar”.
Jika sudah demikian, maka semakin lengkaplah kesengsaraan petani Madura yang baru memasuki musim hujan atau musim bertani jagung. Mereka seperti terbelenggu, tidak bisa berbuat lebih untuk kelangsungan hidup yang sepenuhnya bertumpu pada hasil bertani. Kenapa demikian? Sebab mereka butuh modal lebih banyak untuk menggarap sawah, sedang modal mereka hanya sedikit. Hal ini pula, lagi-lagi dikarenakan merosotnya solidaritas sesama yang membuat mereka enggan saling membantu seperti halnya dulu, jikapun ada yang membantu  itupun mereka harus dibayar.
Kondisi ini berbeda jauh dengan kondisi jaman dahulu, yang mana konon masyarakat Madura adalah masyarakat yang sosialis. Mereka saling membantu tanpa pamrih, sehingga tak ada istilah ‘membantu jika dibayar’ tapi ‘membantu jika dibutuhkan’.
Maka dengan demikian, petani Madura di jaman dahulu tidak perlu dirundung kekhawatiran terkait modal untuk bertani. Mereka tidak perlu direpotkan untuk mengeluarkan biaya upah bagi pekerja, karena mereka ikhlas membantu. Biaya yang perlu mereka keluarkan paling hanya biaya pupuk untuk tanaman dan biaya sekali makan untuk para pekerja yang seharian bekerja.
Dan hal itu seiring berlajunya waktu, jaman telah mengubah keharmonisan bermasyarkat orang Madura. Mereka mulai silau oleh uang, sehingga setiap bergerak harus bernilai uang. Tidak peduli lagi solidaritas yang pernah menyejukkan Madura. Bahkan membantu sesama petani pun, harus dibayar.
Namun sebenarnya, ada juga sebagian kecil petani di Madura yang masih memiliki rasa sosial yang tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya istilah otosan di kalangan petani kabupaten paling timur Madura, yakni Sumenep. Ini adalah istilah yang berarti saling menolong dengan bergantian mengirim utusan untuk membantu. Mereka secara bergantian atau bergilir saling membantu bercocok tanam, entah itu di musimnya bertani jagung atau tembakau.
Di Sumenep itulah, penulis masih menemukan masyarakat petani Madura senantiasa melanjutkan tradisi tolong menolong sesama petani tanpa diupah. Mereka saling membantu bertani dengan mengirim otosan (utusan, red.) ke tempat orang yang sedang membutuhkan.
Masyarakat petani Madura yang seperti ini memang sudah jarang ditemukan, namun bukan berarti sama sekali tidak ada. Dan oleh karena itu, yang masih tersisa ini mari kita jaga bersama, jangan malah dibiarkan musnah. Tradisi masyarakat seperti ini perlu dibina bersama demi menjaga kelestarian budaya dan hal ini perlu keterlibatan semua pihak, khususnya pemerintah daerah.
Selanjutnya hemat penulis, rasa solidaritas di kalangan petani Madura sangatlah penting demi kenyamanan bertani. Dengan tetap membudayakan warisan leluhur seperti tradisi otosan, dirasa akan menjaga stabilitas bertani masyarakat Madura, tentunya meski harus berhadapan dengan momok yang paling ditakuti yaitu mahalnya harga BBM. Wallaua'lam

Mahasiswa INSTIKA, rahmana_syaf@yahoo.co.id
>>=== Semoga Anda berkenan ===>>

Muktir Rahman

Muktir Rahman
Muktir adalah nama langka, tidak banyak yang memilikinya, di Negeri ini. Sulit diucapkan, sulit dihafal tapi tidak sulit dikenang.
TA KAN TAH. Powered by Blogger.

My Blog List

Labels