Di sini boleh ngawur, ketawa, misuh, teriak dan sebagainya karena blog ini hanya TA-KAN-TAH. Takantah berarti tidak sungguhan, bisa fiktif belaka, namun blog ini nyata.
  • Maaf dan Terimakasih

    Kata "Maaf" dan "Terimakasih" bukan ungkapan basa-basi. Ia adalah kualitas kemanusiaanmu

  • Gak Usah Ember

    Ada banyak hal yang tidak perlu diumbar ke orang lain, biar kemesraan hanya milik kita. Sekalipun itu telah jadi kenangan.

  • Dua Tangan

    Jika ocehanmu tak bermutu, ngocehlah sama tanganku.

  • Terpisah Rak Buku

    Maka apa yang lebih mesra dari sepasang kekasih yang terpisah rak buku?.

Sunday, December 14, 2014

Makan Secukupnya Vs Makan Sepuasnya


Pernah punya pengalaman makan di restoran, depot, atau warung makan? Bukan untuk pamer, karena itu saya tidak akan menyebutkan seberapa sering saya makan di tempat seperti itu :-). Yang sedang menarik untuk kubahas adalah seberapa sering saya menemukan seseorang yang makan di restoran, depot atau warung. Mereka yang kumaksud di sini memilki kebiasaan yang menarik perhatianku.
Pernahkah kamu menyaksikan dengan mata sendiri orang makan tapi tidak dihabiskan? Dia itu menyisakan makanannya, yang sepertinya menurut kita mampu dihabiskan. Entah itu menyisakan nasi yang tinggal sesuap, atu lontong yang tinggal sepotong, bakso yang tinggal satu pentol atau lauk, telor, sepotong tempe atau tahu yang seukuran foto 3 x 4 cm. Saya sering menemukan orang yang demikian, dan sungguh akhir-akhir ini saya tertarik pada mereka.
Di sekitar kampus  di Malang; UIN, UMM, UB,UM, UNISMA  dan lainya tidak jarang terdapat warung makan dengan aneka masakan yang mengundang selera. Setiap harinya selalu ada pengunjung yang makan di sana. Banyaknya pengunjung yang butuh makan, sampai terkadang antre, mengundang minat pengusaha yang lain untuk juga membuka warung makan. Demi untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan tentunya dengan tujuan meraup rupiah dari mereka. Persaingan pun terjadi. Berbagai trik pelayanan diterapkan agar jualan tidak kalah laris dari warung tetangga. Salah satunya yang marak dan familiyar adalah pengunjung bebas mengambil makanan sendiri sesuai selera mereka dengan harga murah.
Suatu ketika saya makan di warung makan dekat salah satu kampus di Malang. Saat itu sedang antre untuk ambil nasi, dan kebetulan saya ada di belakang seorang laki-laki dan perempuan. Dilihat dari penampilannya jelas mereka mahasiswa. Yang laki-laki mengenakan celana-pensil-jeans berwarna sama dengan sepatunya, hitam. Dipadu kemeja batik khas Pekalongan warna biru dengan pena warna hitam menyembul dari saku bajunya. Saya perkirakan pena itu sama dengan penaku yang hilang, standard A E 7 Alfa Tip 0.5. Selain itu, dia menggendong tas merek Takker  warna hitam. Sedangkan yang perempuan berjilbab warna merah, bajunya merah pula, dan celana-pensil-jeans warna hitam. Tas yang di pinggirannya kriput, warna coklat, menggelantung di pundak perempuan berkulit putih itu.
Kuperhatikan perempuan di depanku, yang menurut penilaianku cantik, mengambil porsi lebih sedikit dari porsi laki-laki di sampingnya. Kalau nasi yang bertengger di piring si laki-laki separuh piring dan tidak menggunung, malah nasi yang bertengger di piring si perempuan separuhnya lagi. Padahal bagiku, porsi mereka berdua kumakan semua itu baru membuatku kenyang. Jangan-jangan  mereka sebenarnya tidak lapar, cuman sedang mengisi  waktu luang dengan makan? Entahlah. Namun yang jelas, mereka makan terlalu sedikit menurutku.
Sebetulnya saya tidak berniat memerhatikan mereka, jika saja mereka tidak tepat di depanku. Siapa sangka saya malah kebagian tempat duduk yang berhadapan dengan mereka. Akhirnya saya bisa menerka kedua mahasiswa itu datang bersama, dan sepertinya mereka sepasang kekasih. Buktinya sambil bercanda gurau, si perempuan mengusap bekas makanan di pipi si laki-laki dengan tisu. Eh, tapi kok bisa ya bekas makanan itu nempel di pipi si laki-laki, emang bagaimana makannya?
Alhamdulillah, saya selesai makan, perutku terisi dan saya kenyang. Waduh, lagi-lagi perhatianku terpaku kepada mereka. Bagaimana tidak, saya selesai makan tapi mereka belum selesai juga. Padahal porsi yang kuambil lebih banyak dari porsi mereka, seharusnya lebih dulu mereka selesai makannya. Tunggu dulu, ada yang tidak beres. Mereka beranjak dari tempat duduk dan bayar ke kasir, padahal makanan mereka belum habis. Itu aneh menurutku. “Mungkinkah karena makanan di sini tidak enak?”, pikirku. Tapi kuperhatikan sekitar, pengunjungnya banyak dan mereka mayoritas menghabiskan makanannya, tanpa sisa. Pasti ada alasan lain. Sudahlah itu tak penting.
Inginku tidak mengingat kejadian yang kuceritakan di atas, jika saja saya tidak mendapati hal yang serupa. Beberapa kali saya mendapati kejadian yang sama, baik di warung makan atau restoran, orang makan tapi tidak dihabiskan makanannya. Di salah satu warung langgananku saya menemukan kasus serupa dengan orang yang sama lebih dari tiga kali. Ini bukan karena mereka tidak suka makanan yang dibeli, atau karena mereka sedang mengisi waktu luang dengan makan padahal sedang kenyang. Ini seakan jadi tradisi mereka dan tersugesti dalam kebiasaan, “kalau makan jangan dihabiskan”.
Jika benar itu adalah kebiasaan, bagiku sungguh tidak menarik. Mereka menyia-nyiakan makanan dengan begitu mudahnya, justru di saat bersamaan ada saudara sebangsanya yang sedang sekarat karena tidak makan selama berhari-hari.(Baca juga Penyebab Sakit Mah )
Mereka orang terpelajar, mahasiswa, mungkin saja mereka mau beralasan takut Israf, yaitu mengonsumsi (makanan) secara berlebihan. Padahal sudah kenyang tapi masih memaksakan diri makan lagi. Dengan bahasa lain, tamak. Memang benar Israf dilarang dalam Islam sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Furqan: 67.  Namun perlu diingat, Mubazir, yaitu berlebihan dalam membelanjakan harta, misal membeli hal yang tidak dibutuhkan, juga dilarang dalam Islam. Istilah lainnya adalah boros. Membeli makanan tapi kemudian makanan itu dibuang adalah mubazir. Coba baca QS. Al-Isra: 26-27 yang artinya, “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkankan (harta) secara boros. Sesunguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan”.
Jika alasannya sudah kenyang, karena itulah tidak menghabiskan makanannya, lalu kenapa mengambil porsi lebih? Jika memang butuh separuh piring kenapa mengambil sepiring penuh? Atau jika butuh sepiring penuh kenapa ngambilnya separuh piring, bukankah itu hanya akan mendzalimi diri sendiri, sedang yang demikian itu tidak baik. Islam menganjurkan makan dan minum selain halal dan baik, juga proporsional. Dalam QS. Al-A’raf ayat 31, artinya “ Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan”.
Tambahan sebagai penutup tulisan ini. Alasan yang lebih tidak bisa diterima adalah, ingin pamer, berlagak sok banyak uang. Ingin menunjukkan bahwa tidak masalah meski makanan yang dibelinya tidak dihabiskan atau bahkan tidak dimakan, karena dia banyak uang. Hal yang demikian adalah sombong, perangai yang sangat buruk.
Wallahua’lam bisshawab…

Malang, 12 Desember 2014
Makan Tidak Usah Banyak Gaya
>>=== Semoga Anda berkenan ===>>

Muktir Rahman

Muktir Rahman
Muktir adalah nama langka, tidak banyak yang memilikinya, di Negeri ini. Sulit diucapkan, sulit dihafal tapi tidak sulit dikenang.
TA KAN TAH. Powered by Blogger.

My Blog List

Labels