Di sini boleh ngawur, ketawa, misuh, teriak dan sebagainya karena blog ini hanya TA-KAN-TAH. Takantah berarti tidak sungguhan, bisa fiktif belaka, namun blog ini nyata.

Thursday, January 31, 2013

PENYESALAN SEMU





Oleh: Muktir Rahman Syaf

Denting air merangkak di daun kemudian basahi bumi di gerbang pagi. Bening terasa dalam hati. Tentram jiwa meski sunyi. Pandanganpun sejuk menikmati hijau pepohonan tanpa polusi.
Karena semalaman hujan mengurungku dalam kamar, di hari dengan pelangi indah ini akan kupuaskan diri. Menikmati dunia kebahagiaan yang telah Tuhan beri. Tidak siapa pun boleh melarang. Ayah, Ibu, kakak, adik dan siapapun. Sudah terlalu lelah pikiran setelah berhari-hari hanya dirundung sesal. Ya, aku menyesali sesuatu yang tak jelas. Pasnya aku lagi dirundung kebingungan tanpa tahu apa yang aku bingungkan. Kata Ibu, mungkin karena aku jarang sholat. Sholat memang kadang membuat aku tenang. Seperti tidak ada masalah apapun terlintas di hati setelah selesai sholat. Jika pun ada, seberat apapun tidak menjadi beban pikiran. Tapi, seingatku aku tidak pernah meninggalkan sholat. Kalaupun tertinggal karena tidur atau bepergian. Lagian aku menggantinya di waktu yang lain. Dan juga, aku ini kan penjaga musolla di desaku. Musolla Miftahul Ulum namanya. Aku yang mengumandangkan adzan, pujian lalu iqomah. Setelah itu aku pasti sholat berjemaah. Lalu bagaimana mungkin Ibu bilang aku jarang sholat? Aku jadi muadzin semenjak kecil. Waktu itu aku masih SD. Sewaktu belum tahu tata cara sholat, jika selesai adzan, pujian lalu iqomah aku keluar bermain dengan teman. Tapi sekarang aku bukan aku yang dulu. Setelah aku seakan merasakan manfaat sholat, untuk meninggalkannya tidak ada alasan. Jadi, kenapa aku sekarang bingung?
Mungkin aku kurang membaca al-Qur’an? Bisa jadi. Aku kan hanya membaca sehabis maghrib. Tidak seperti Ibu dan Ayah yang membacanya setiap selesai sholat. Ya, jangan dibandingkan dengan kawan-kawanku yang sering cangkruan di atap rumah. Jika dibandingkan dengan mereka, lebih baik aku. Mereka bukan cuma jarang baca kitab suci al-Qur’an, bahkan nyaris tidak sama sekali. Bacanya ketika malam jum’at pas tadarusan. Itupun sebulan sekali. Di kampungku Sasar, setiap jum’at legi semua musolla ada parade baca al-Qur’an. Sudah pasti ketika jum’at legi tiba, kampungku rame. Pertama, karena baca al-Qur’annya menggunakan mic rofon. Kedua, pasti ada banjaan dari warga. Bermacam-macam makanan ada di malam jum’at legi. Aku sama teman-temanku sangat senang jika malam kramat itu tiba. Soalnya makan gratis.
Di antara kami berlima kata guru ngaji kami, aku yang paling lancar bacaan al-Qur’annya. Memang ketimbang Andi, Rudi, Agus dan Salim aku bisa menguasai beberapa lagu. Mulai bayati : qoror, nawa, jawab, jawabul jawab, nahawand, sika, jiharka dalam berbagai versi bacaan seperti misri, turky dll dalam bebera surat Ayat Al-qur’an. Beberapa surat saya menghafal mati. Suaraku pun kata orang-orang, enak didengar. Jadi sketika aku baca al-Qur’an mereka akan mendengarkannya dengan nyaman.
Dari cara aku membaca al-Qur’an, sepertinya tidak mungkin aku bingung karena jarang baca al-Qur’an. Soalnya teman-temanku tidak ada yang mengalami perasaan seperti yang aku rasakan. Padahal mereka lebih jarang dari aku mengaji al-Qur’annya.
Andi yang ayahnya seorang ustadz, setiap minggu mengaji tapi atas paksaan ayahnya. Namun kesehariaanya selalu ceria, enjoy, terasa tidak ada beban apapun. Juga yang lain yang orang tuanya petani dan sibuk bekerja dan sudah pasti jarang baca al-Qur’an juga. Kalau Andi masih cukup wajar karena ayahnya sering kulihat baca al-Qur’an. Mungkin dia dapat kesejukan dari ayahnya. Yang kuherankan Rudi dan yang lainnya. Orang tuanya jarang mengaji, anaknya apa lagi. Kenapa mereka semua tidak segelisah seperti aku? Orang tuaku yang pengajar ngaji di musolla Miftahul Ulum sering baca Qur’an. Maka, anak-anaknya pun pasti mengiringi kebiasaan beliau mengaji. Termasuk juga aku. Jadi aku yakin kegelisahanku bukan karena jarang baca al-Qur’an. Lalu karena apa ya?

Seminggu yang lalu aku bertemu cewek cantik di sekolahku SMA Muhyidin. Setelah kenalan, aku tahu dia adalah adik kelasku yang beda jurusan dengan aku. Aku kelas IIX A jurusan IPA. Sedang Sinta, namanya, kelas IX A IPS. Makanya aku baru mengenalnya. Soalnya jarang ketemu. Setelah itu kami sering ngobrol bareng. Hingga kata teman sekolahanku kami ini pacaran. Apalagi kata Andi, Sinta pernah bilang ke dia kalau Sinta suka aku. Mulailah aku memikirkan perkataan Andi. Kenapa Sinta bisa mengatakan dia suka aku ya? Tampa lelah, pikiranku menjelajahi semua kemungkinan. Dan keputusanku Sinta adalah wanita yang cantik. Ow, apa mungkin Sinta yang membuat aku gelisah, dan merundungku dengan kebingungan? Seperti kata pemuja cinta “Aku sedang jatuh cinta”.
Jika benar cinta atau Sinta yang menyumbat pikiranku dengan gelisah, kenapa aku tidak pernah berharap dia adalah tulang rusuk kiriku. Atau sekedar berpikir dia adalah pengisi hati. Yang ada malah menganggap dia adik yang sangat lucu. Apa lagi Sinta seumuran dengan adikku yang tingkat kelasnya juga sama. Cuma beda jurusan. Adikku jurusan Bahasa.
Ditambah lagi aku memang pernah berharap dia adalah adik kandungku. Karena keakrapan kami selayaknya saudara kandung. Jadi jika bukan perempuan yang membuat pikiranku redup, lalu apa dan siapa? Semakin mencari, kerontang otakku makin terasa. Aku adalah manusia bodoh yang membingungkan sesuatu yang tidak ku tahu apa yang harus dibungungkan. Allah, kehebatanmu adalah tak terhingga. Sesuatu yang semu mengacaukan pikiranku. Hanya Engkau yang tahu apa yang semu itu.

Setengah bulan gelisah yang kurasakan. Sampai hari yang ke tujuh belas ini, aku mulai lunglai dan sering menatap sesuatu dangan nanar. Dari rumah berjalan sampai ke sekolah tampa aku rasakan. Di pagi belum terang benar tiba-tiba Andi memanggilku dan menyadarkan aku sudah ada di sekolah Muhyidin. Beberapa waktu aku lewati tampa tahu telah menghantamku. Selanjutnya kesadaranku kembali lagi dari pengembaraannya ketika aku sudah di kursi kelas. Berkali-kali bayangan semu menghilangkan akal dari otakku. Dan kali ini entah sudah yang keberapa kalinya. Aku tersadar oleh suara guru Amin.
“…kita sering mendapatkan suatu kelebihan dari yang Maha Kuasa. Setelah merasakan tinggal disyukuri. Karena jika tidak disyukuri, akan diambil lagi oleh sang Pencipta.”
Apa saja yang dibahas oleh pak Amin aku tidak memahaminya. Sejak dari tadi kesadaranku hilang entah ke mana. Aku pandangi teman-teman kelasku. Mereka sepertinya menikamati apa yang disampaikan pak Amin. Dan kulihat Anis yang cerdas di kelasku mengacungkan tangan.
“ Pak, minggu kemarin dijelaskan cara mensyukuri sesuatu. Bahwa bermacam cara untuk mensyukuri nikmat bisa dilakukan. Tapi yang jelas harus mengacu untuk meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah. Namun yang belum kami pahami, bentuk pengaplikasian syukur sendiri itu bagaimana? Tolong penjelasannya” Anis pandai sekali ceplas ceplos. Kadang ketika berdebat dengan aku, seakan tak ada waktu sebagai pembatas pembicaraan kami. Sehingga teman-teman menjuluki kami Mr and Ms ceplas ceplos.
“ Ya, terimakasih pertanyaannya. Bentuk pengaplikasiaan syukur bisa berupa meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah SWT. Yang biasanya sholatnya bolong-bolong, mulailah melengkapinya. Dan yang jarang mengumandangkan ayat suci al-Qur’an, perbanyaklah mengaji. Masih banyak bentuk syukur yang lainnya. Misal, jika berlaku kurang baik ubahlah menjadi lebih baik. Yang penting, melakukan sesuatu sesuai dengan perintah Allah dan menjahui laranganNya”
“ Terus pak, jika kita kurang mensyukuri nikmat yang Allah berikan apa hukumannya?”
Andi ikut lebur dalam tanya jawab membuatku ingin menghujankan pertanyaan juga seperti yang telah teman-teman lakukan.
“Hukumannya bermacam. Terkadang merasa kurang puas terhadap apa yang telah kita terima. Atau merasakan nelangsa hidupnya. Ada juga yang pikirannya kacau tanpa mengerti apa penyebabnyannya”
Deg!
Aku terkejut demi mendengar jawaban pak Amin. Seperti beliau sedang membahas masalahku.
“Maaf pak”
“Iya Jun, ada pertanyaan?”
“Begini pak, saya sekarang merasakan seperti yang telah bapak jelaskan tentang konsekwensi orang tidak bersyukur. Bahwa hidup saya nelangsa, bingung, pikiran tidak fokus dan pandangan selalu nanar. Penjelasan tadi, hal itu disebabkan karena bolong sholat atau jarang mengaji Qur’an. Semua teman-teman di sini saya kira tahu keseharian saya.”
“Huuuuuuuu” sekelas menyoraki ku. Entah kenapa mereka. Sudahlah aku lanjutkan saja.
“Saya muadzin baik di sekolah maupun di rumah. Tidak cuma itu, saya pasti berjemaah dan sering baca Qur’an. Ketimbang yang lain yang saya rasa tidak lebih baik dari saya, tentunya saya tidak harus mengalami hal demikian. Lihat saja teman-teman seperti Andi, Rudi dan yang lain. Mereka enjoy tampa kegelisahan seperti yang saya rasakan. Padahal mereka jarang baca Qur’an dan bahkan jarang jemaah. Lalu kenapa ini bisa saya rasakan?” Sleng… lepas deh semuanya. Terasa nyaman juga melepas unek di pikiran.
“Em, begitu ya” pak Amin hanya manggut-manggut paham apa yang kutanyakan. Tapi aku tidak puas hanya dengan angguan. Aku bukan untuk memberi pmahaman tapi meminta jawaban.
“Pak, kenapa? Seharusnya saya ini tidak merasakan gelisah yang tidak saya mengerti apa yang saya gelisahkan. Dari pada yang lain saya lebih baik pak. Saya selalu mengumandangkan adzan, pujian dan baca Qur’an kitab Allah. Tapi kanapa saya masih ditimpa kebingungan? Seharusnya mereka yang jarang menga…”
“Ya itulah kesalahanmu!”
“Maksud bapak?”
“Kamu terlalu sombong dan kurang bersyukur atas kelebihanmu dari teman-teman kamu. Andi maupun Rudi atau yang lainnya tidak mau mengedepankan apa yang mereka bisa karena mereka merasa selalu ada yang lebih bisa dari mereka. Sedangkan kamu merasa sudah yang paling bisa padahal di atas langit masih ada langit. Ingat, masih ada yang maha dari segala maha dan Dia adalah Allah. Kamu bisa qiroah, bisa menjawab soal dengan mudah sudah merasa paling bisa dari segala yang paling bisa. Termasuk juga pengaplikasian rasa syukur adalah tidak menyombongkan diri. Jadi wajar jika pikiranmu kacau dan selalu tidak tenang.”

Aku tertunduk tampa gerak. Hingga lelah makin terasa namun beban kesadaran ringan kubawa.

Warnet AR-ROUDLOH Jemur Wonosari Surabaya, Mei 2009.
>>=== Semoga Anda berkenan ===>>

1 comment:

  1. wowwww... what a post!!! awesome! :thumbsup:
    perlu perenungan setelah membaca ini :)

    ReplyDelete

Terimakasih telah meninggalkan jejak

Muktir Rahman

Muktir Rahman
Muktir adalah nama langka, tidak banyak yang memilikinya, di Negeri ini. Sulit diucapkan, sulit dihafal tapi tidak sulit dikenang.
TA KAN TAH. Powered by Blogger.

My Blog List

Labels