Di sini boleh ngawur, ketawa, misuh, teriak dan sebagainya karena blog ini hanya TA-KAN-TAH. Takantah berarti tidak sungguhan, bisa fiktif belaka, namun blog ini nyata.

Sunday, February 23, 2014

PECINTA AL-QURAN DARI SASAR

Kampung yang unik

            Sasar adalah nama sebuah kampung perbatasan lima desa; Kapedi, Moncek Barat, Moncek Tengah, Moncek Timur dan Bilapora. Penduduk yang menghuni kampung Sasar sekitar 1095 jiwa dengan 367 kartu keluarga. Sekitar 406 jiwa berstatus penduduk desa Moncek Barat, 608 dari desa Kapedi,  31 jiwa desa Bilapora dan sisa 50 jiwa dari Moncek Tengah dan Moncek Timur. Di kampung inilah aku dilahirkan. Kampung yang bagiku sangat unik dan menyenangkan.
            Salah satu keunikan yang dimiliki kampung Sasar adalah ketiga pemuda yang sekaligus sahabat karibku. Mereka memberi warna berbeda pada kampung tercinta dibanding kampung yang lain. Aku bersyukur bersahabat dengan mereka dan lahir di kampung yang sama.
            Seorang dari mereka bernama Nafi’udin. Dia termasuk sahabatku yang dibilang nyeleneh oleh tetangga, namun sampai sekarang aku tidak paham hal nyeleneh apa yang pernah dia lakukan. Barang kali karena dia seorang pengusaha dagang barang rongsokan. Dia membeli rongsokan pada tetangga dan pemulung untuk kemudian dia jual kembali. Ah, aku rasa itu tidak nyeleneh. Pekerjaannya halal dan tidak salah, toh banyak juga yang berprofesi seperti dia. Apa mungkin karena dia bisa membeli motor baru karena usahanya itu? Entahlah, yang jelas aku mengaguminya.
            Benar dia bukan karyawan kantoran atau pejabat pemerintah, hanya seorang pedagang barang bekas. Benar pula bahwa dia dari keluarga sederhana, tapi dia adalah pecinta al-Quran sejati. Setiap hari jumat dan rabu, dipastikan dia hatam membacanya. Tidak pernah dia bosan membaca dan memperdalam isi kitab suci al-Qur’an. Satu hal lagi, dia tidak mengenyam pendidikan di pesantren atau lembaga formal. Ijazah yang dimilikinya adalah ijazah paket, namun dia ahli nahwu dan sorrof. Membaca dan mengartikan kitab turos, dia bisa.
Seminggu yang lalu dia menikah dengan putri kiai terkemuka di Sasar. Al-hasil, si pemuda pedagang barang rongsokan itu menjadi seorang kiai.
            Orang yang kedua bernama Abd. Syakur. Pemuda yang satu ini termasuk orang yang jarang tidur malam. Sulit sekali aku menemukan dirinya terlelap di waktu malam. Mula-mula aku tak begitu terkejut dengan kebiasan dia bergadang, sampai akhirnya aku terperanjak malu padanya. Aku malu karena aku tidak bisa menirunya, padahal kami sahabat karib. Oh, dia mengisi malam-malamnya dengan bercinta. Dia mencurahkan rasa cintanya terhadap Tuhan dengan membaca al-Quran.
Ya, Syakur adalah pecinta al-Quran dari kampung Sasar. Dia, yang oleh orang-orang sering disepelekan karena kebiasaannya tidur pagi ternyata adalah orang yang seharusnya diacungi jempol. Hampir setiap malam dia hatam membaca al-Quran, bahkan dia menghafalkannya. Selain itu, dia juga pintar membaca dan mengartikan kitab turos karya ulama besar seperti Al-Ghazali.
Orang ketiga bernama Abd. Warist. Di usianya yang masih muda, dia tidak gengsi menjadi penjual sayur keliling. Setiap pagi, selain hari jumat dan rabu, dia menjajakan sayurnya menggunakan motor. Bermacam jenis sayuran dan lauk dia jual dan biasanya laku semua. Para tetangga merasa terbantu oleh Warist, sebab mereka tidak lagi harus ke pasar Kapedi yang jaraknya 5 kilo miter dari Sasar hanya untuk membeli lauk.
            Warist adalah sahabat yang baik dan sangat aku kagumi. Bukan hanya karena dia penjaja sayur, tapi ada sesuatu yang membuatnya bercahaya dan patut diacungi jempol. Dia adalah penjual sayur yang sangat mencintai al-Quran. Kecintaannya pada kitab Allah dibuktikan dengan gelarnya sebagai hafidh. Ya, dia memang pemuda penjual sayuran tapi dia hafidh.
Sempat aku berpikir sekalipun mereka bertiga memiliki kealiman, tetap saja ada yang mencemohnya. Misal ada yang mencibir, “Tahfidh sih tahfidh… tapi penjual sayur keliling.” Mereka yang mencibir begitu, bagiku sangat aneh karena pikirannya negatif. Jika saja semua pola berpikir orang adalah positif, mungkin tidak akan terlalu sibuk mecari kejelakan orang lain. Coba saja cara berpikirnya itu dibalik, “Emang penjual sayur sih… tapi dia itu hafidh lo. Ha-fi-dh!”. Tapi, ya, mau digimanakan toh itu adalah warna berbeda di kampung Sasar yang pasti menambah corak keantikannya.
Ah, Sasar memang perkampungan antik. Kampung yang memberiku pengalaman dan mengenalkanku pada warna kehidupan. Kampung yang unik dengan penghuninya yang unik pula. Ada pengusaha dagang barang rongsokan, pemuda yang dikira kerjanya hanya tidur dan penjual sayur yang mereka semua tidak disangka adalah pemuda hebat. Tak banyak yang tahu bahwa mereka hebat, sebab mereka menyembunyikan kehebatannya dengan cara berbeda. Aku bangga lahir di kampung Sasar dan aku sangat bangga Sasar memiliki pemuda hebat seperti mereka bertiga.

Sasar 07 Februari 2014
>>=== Semoga Anda berkenan ===>>

1 comment:

  1. Oh, Maaf ke Faizi, akan diperbaiki..... :) #sangat tersanjung Ke Faizi berkunjung ke blog saya. makasih.... :)

    ReplyDelete

Terimakasih telah meninggalkan jejak

Muktir Rahman

Muktir Rahman
Muktir adalah nama langka, tidak banyak yang memilikinya, di Negeri ini. Sulit diucapkan, sulit dihafal tapi tidak sulit dikenang.
TA KAN TAH. Powered by Blogger.

My Blog List

Labels