Di sini boleh ngawur, ketawa, misuh, teriak dan sebagainya karena blog ini hanya TA-KAN-TAH. Takantah berarti tidak sungguhan, bisa fiktif belaka, namun blog ini nyata.

Wednesday, February 26, 2014

GUNDULI KEPALA; Jangan Hutan

“Rambut adalah mahkota.” Ujar salah satu teman yang rambutnya niru gaya personel Soju, di saat kami ngumpul melepas penat di sore hari.
“Laki-laki terlihat tampan atau tidak, tergantung model rambutnya” teman yang lain menanggapi sambil mengelus rambut berkuncirnya.
Obrolan seputar rambut terus berlanjut. Masing-masing orang memiliki persepsi sendiri model rambut seperti apa yang cocok. Ada berasumsi, rambut panjang dan lurus sangat bagus, ada yang lebih memilih rambut punk, dan ada yang lebih cocok dengan model rambut gaya tentara.
Aku sendiri mengiyakan semua pendapat teman-teman tentang rambut, “Seseorang semakin tampak tampan atau cantik karena potongan rambutnya yang cocok.”

 Semua tidak harus memiliki model potongan rambut yang sama untuk tampak bagus. Misal si A mengikuti gaya rambut si B yang ganteng agar si A tampak ganteng pula. Hal itu tak perlu, sebab face wajah setiap orang tidak sama. Karena tidak sama, maka gaya rambut tidak harus sama, yang perlu diperhatikan adalah sesuai dengan bentuk kepala, kepribadian dan face wajah.

Bayangkan saja jika seorang kiai, ulama besar dan sangat dihormati masyarakat, gaya rambutnya a la Boy Band atau lebih esktrem lagi a la anak punk. Wah, ketika khotbah jumat  dijamin heboh. Hehehe. Atau malah sebaliknya, seorang anak punk rambutnya disisir rapi rata ke kanan ditambah pakai kaca mata jadul bulat terus kancing bajunya terpasang semua. Aku tidak yakin lagi si anak ini diakui sebagai anak punk.

Pembicaraan panjang lebar teman-teman menambah refrensi padaku tentang mode rambut. Gaya rambut tentara, model serabut, punk, panjang sebahu, kuncir panjang di belakang dan beberapa model rambut yang tak ku tahu namanya. Mode rambut yang “belum pernah” aku coba, boleh dikata rambutku tidak mengikuti mode terkini seperti teman-temanku. Rambutku kalau gak pendek, ya panjang.

Aku teringat suatu hari pernah seorang teman mengatakan ingin melihat aku gundul. Aku tak mengerti kenapa dia menginginkannya, tapi memang seingatku aku tidak pernah gundul. Belum kebayang gimana kalau kepalaku tanpa rambut, sebab aku lebih sering membiarkan rambutku terjuntai panjang. Hem, aku berpikir tidak ada salahnya mengabulkan keinginan temanku itu. Semoga saja dia bisa tersenyum karena kepala gundulku, siapa tahu dengan begitu aku masuk surga. Amien. Hehehehe

Kepada teman-teman aku utarakan bahwa aku akan potong rambut. Mereka terdiam seakan tak percaya. Aku mengerti kenapa mereka tencengang, tak lain sebab rambutku masih pendek. Yang mereka tahu, aku tidak mungkin memotong rambut pendekku sebab aku terbiasa berambut panjang. Ekspresi mereka hampir sama dengan tukang cukur suatu ketika di salon saat aku datang untuk potong rambut. Si tukang cukur itu tidak langsung memotong rambutku yang kala itu panjangnya sampai punggung. Dia ngoceh sendiri menasihatiku untuk memikirkan matang-matang keinganku potong rambut sesisir atau sekitar 2 inci. Katanya butuh waktu lama agar rambut panjang, apalagi panjangnya sampe punggung. “Mas, kalo urusan pangkas rambut itu gampang, hitungan menit beres. Pikir-pikir dulu lah, Mas… sulit loh untuk laki-laki rawat rambut sampai sepanjang ini” nasihat si tukang cukur diulang-ulang. Namun aku telah memutuskan untuk memangkas rambutku kala itu, maka si tukang cukur pun meski ada rasa kagak enak tetap memotong rambutku sesisir.

Teman-temanku kurang percaya dengan keputusanku. Perbincangan kami tentang rambut diakhiri dengan sebuah tantangan. Mereka menantangku untuk plontos, dan mereka bertaruh aku tidak berani. Waktu dibatasi sampai ke esokan hari. Jika besoknya kepalaku tidak gundul, maka aku kalah. Semua yang berkumpul menyatakan sepakat, itu artinya ada waktu 13 jam untukku. Kesempatanku sejak aku menyetujui tantangan pada jam 17.00 hari Senin tanggal 24 Februari 2014 sampai jam 06.00 Selasa, 25 Februari 2014.

Tepatnya sehabis jamaah isya’, aku ke rumah tetangga bernama Sampandi. Aku berniat minta bantuannya menggunduli kepalaku. Aku pikir, tak perlu buang uang ke salon hanya untuk buang rambut. Mending kan pilih gratisan dan hasilnya sama; kepala gundul.

Sekitar satu jam, rambutku berhasil dipangkas habis. Ku raba, terasa licin. Hahaha, semoga saja tidak menyebabkan longsor dan banjir seperti hutan yang digunduli. Sampai di sini, timbul pertanyaan di kepalaku; kenapa mereka lebih senang menggunduli hutan ya, bukan menggunduli kepala sendiri? Menggunduli hutan bisa menyebabkan bencana, sendang menggunduli kepala tidak. Hem, payah. Jika mereka (yang suka merusak hutan) berpikiran seperti teman-temanku bahwa rambut adalah mahkota keindahan sehingga harus dirawat, begitu pula seharusnya pada hutan. Tumbuhan di hutan adalah mahkota keindahan dan harus dirawat, bukan dipangkas habis kemudian dimusnahkan, agar bumi tetap indah dan sejuk. Weekkkkk…

Keesokannya, aku langsung menemui teman-temanku memperlihatkan kepalaku. Mereka semua tertawa, begitu pula aku. Hahahahha…. Kepalaku benar-benar gundul.

https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t1.0-9/1800188_10200898034208058_903497307_n.jpg?oh=32bfe1560eb42551fd0876b94c9cba83&oe=589BC1F3
25 Februari 2014
>>=== Semoga Anda berkenan ===>>

0 comments:

Post a Comment

Terimakasih telah meninggalkan jejak

Muktir Rahman

Muktir Rahman
Muktir adalah nama langka, tidak banyak yang memilikinya, di Negeri ini. Sulit diucapkan, sulit dihafal tapi tidak sulit dikenang.
TA KAN TAH. Powered by Blogger.

My Blog List

Labels