Di sini boleh ngawur, ketawa, misuh, teriak dan sebagainya karena blog ini hanya TA-KAN-TAH. Takantah berarti tidak sungguhan, bisa fiktif belaka, namun blog ini nyata.

Thursday, February 21, 2013

SEPASANG SENJA


Muktir Rahman Syaifullah Munir

Ini tentang kenyataan hal yang tak terhitung perihnya. Serupa Laron yang merindu cahaya dalam pertapaan selama puluhan atau bahkan ribuan tahun, begitulah aku merindu kekasih yang telah lama hilang.Berbulan-bulan aku memburu kabar tentangnya, namun perburuan itu hampa. Aku selalu dipakasa oleh keadaan untuk pulang dengan tanpa kabar darinya.
***
Sore itu matahari mulai terbenam. Memancarkan cahaya kemerah-merahan di ufuk barat. Menghadirkan suasana senja yang paling indah kulihat. Inilah suasana di mana aku dan dia pernah bergandengan tangan, saling merajuk mesra di kursi depan jendela. Senja yang tak akan pernah sirna dari ingatan, meski perempuan yang pernah sering menemaniku menikmati senja telah tiada. Dialah kekasih senjaku, yang pergi di pagi buta tanpa kabar.
“Kekasih Senja, aku mulai lumpuh mencarimu. Hadirlah untukku meski sebentar, sayang” keluhku pada senja saat itu.
Langit tampak semakin berkabut, mengobah suasana yang samasekali berbeda. Seakan mengiringi langit menggelap, sekitar pun ikut gelap berusaha menelan senja untuk lenyap.
Di saat seperti itu, aku merasa lelah melakukan apapun termasuk membaca pesan yang baru masuk di pohnsel-ku. Namun demikian, rasa rindu yang semakin menggunung setiap detik memaksaku tetap membuka pesan, berharap itu pesan dari Kekasih Senja.
“Senja” sapaan ini, sangat kukenal. Hanya dia yang memanggilku dengan sebutan ‘Senja’. Benarkah dia, kekasihku?
“Siapa ?” kubalas untuk meyakinkan perkiraanku.
“Kekasih Senjamu”
“Ita?” aku masih tidak percaya dengan kenyataan ini, serasa ini hanya mimpi.
“Ya. Aku merindumu” hampir aku roboh mendapati hal ini bukan khayalan. Ini kenyataan! Ita sang Kekasih Senjaku, dia tidak melupakanku. Dia sekarang menyapaku.
“Terlalu sering aku berburu kabarmu, tapi kau lenyap ditelan sunyi. Aku juga sangat merindumu”
“My heart is by your side, Sweeti....”
“Aku sangat berharap bersua denganmu, banyak hal ingin kuceritakan dan kuyakin begitu pula denganmu”
“Tentang apa atau siapa?”
“Tentang hatiku, hatimu dan kebersamaan kita”
“Ya, aku juga sangat ingin”
“Kalau begitu, cepatlah kau kembali”
“Aku belum bisa”
“Kenapa?”
“Hatiku...”
“Apa kabar hatimu, Sayang?”
“Hatiku lagi nano-nano
“Apa itu artinya hatimu penuh warna? Warna apa saja yang melekat di hatimu?”
Lama tak ada balasan. Aku terdiam, angin terdiam, malam juga terdiam. Suasana sepi menerkam dan membuatku gelisah penuh tanya.
“Kenapa kau terdiam?” aku terpaksa mencari jawaban darinya.
“Dominan lelah, ada yang harus diterapi agar logikaku kembali normal”
Deg! Ada yang menyentak dadaku. Mencabuti semua isinya dengan sekali sentak. Keras. Dan, sakit.
“Apakah itu karena aku?”
“Kau sudah tahu, dan jangan bertanya lagi” jawaban dari Ita menguras habis tenagaku. Mengosongkan isi dada dan otakku. Aku lumpuh.
****
Dulu aku sebagai Arjuna. Mencari cinta sampai ke ujung dunia. Kemudian sampailah di puncak pencarianku, aku pun bertemu sesosok cintaku. Dialah Ita, yang kemudian ku ganti namanya menjadi Kekasih Senja. Sedangkan namaku dia ganti menjadi Pacar Senja. Embel-embel senja kami jadikan sebagai pelengkap cinta kami. Cinta yang terajut di waktu senja yang indah. Dan akhirnya, jadilah kami sepasang kekasih senja.
Selama dua tahun, kami tak terpisahkan. Apa pun, bagai mana pun keadaan yang kami hadapi, tetaplah tak ada alasan untuk berpisah.
Sampai suatu malam, tibalah bencana itu. Keegoisan yang selama ini bisa dia tolerir, pada malam itu tidak lagi. Dia mengaku lelah harus terus mengalah. Dan aku juga merasa lelah menghadapi perubahan sikapnya.
Malam itu, aku pun menjelma Rahwana. Menjadi sosok kejam tak berperasaan. Menggunakan bermacam cara agar aku tetap berkuasa. Berkuasa atas diri Ita dan segala sesuatu yang harus dijalaninya. Aku harus menjadi lelaki yang mengatur semuanya, dan Ita harus menjadi perempuan yang menjalani peraturan yang ku inginkan.
 Malam itu pula, sang Kekasih Senjaku, serupa Sinta yang berhasil ku rampas dari orang-orang yang telah beruasaha melindunginya. Kurampas dia dari orang tua, saudara dan teman-teman yang sangat mencintainya.
Saat itu, perasaan cintaku pun berubah. Aku hanya ingin memilikinya. Dia milikku dan aku bebas mau memperlakukan apa pun padanya.
Namun, kekuasaanku berlaku beberapa jam saja. Karena setelah pertengkaran maha dahsyat itu, aku terlelap di kamar. Sedangkan dia, pergi sejauh mungkin.
Paginya setelah suasana benar-benar sepi, barulah aku tersadar dari mimpi paling buruk yang pernah kualami. Aku berbuat salah. Aku yang pemarah. Aku yang tak bisa menjadi lelaki sejati.
***
“Oke, semoga hatimu berwarna indah meski harus menempuh jalan baru untuk mencapai tujuan. ”
“Ya benar, jalan baru! Aku ingin memulai semacam hidup baru, tapi aku belum mau langsung ke tujuan, aku masih mau terapi” nada sinisnya menyindirku. Mengingatkanku pada kejadian yang telah membuatnya pergi tanpa kabar.
Waktu itu, jauh dari batas sadar aku telah melukai hatinya yang lembut. Luka cukup dalam yang jika terjadi padaku, akan sulit untuk kusembuhkan. Aku tahu yang kulakukan salah, karena itulah aku menyesali tindakanku dan membenci diriku sendiri. Namun, sebelum sempat kuperbaiki tindakanku dan coba mengobati luka hatinya, Ita telah lebih dulu pergi meninggalkanku bahkan berbulan-bulan tanpa kabar.
Aku tak ingin mengulangi kesalahan yang sama kali ini, aku harus membuang jauh egoku dan menggunakan kesempatan yang telah dia berikan dengan baik ini.
“Kekasih Senja...” aku merajuk.
“Ya, Pacar senja...” ternyata hatinya tetap saja lembut. Dia masih mau membalas sapaanku dengan halus meski kami tadi sempat bersitegang. Namun itulah salah satu sifat darinya yang meluluhkan hatiku dan membuatku benar-benar sangat mencintainya.
“Sampai dimanakah hatimu melaju?”
“Hatiku entah dimana, mungkin masih tertinggal di terminal jauh dari jasadku yang telah kencang melaju dengan bus menuju kota perbatasan”
“Sebegitu lelahkah dirimu hingga hatimu kau lupakan?”
“Itulah yang harus kulakukan” ada rasa kecewa menerpaku. Mungkinkah sedemikian marahnya dia padaku?
Aku tak ingin menambah keruh suasana. Aku harus menekan rendah egoku dan mulai mengalah.
“Jika demikian, istirahatlah dulu. Kita lanjutkan bercengkrama di lain waktu, aku tak ingin mengganggu lelapmu.”

Desember 12- Januari 13

Penggagas komonitas anak kampoeng Warung Senja dan sekarang bergiat di Miftahul Ulum Education Center (MUEC), Sasar Kapedi Bluto Sumenep Madura. m.rahmanasyaf@gmail.com.

>>=== Semoga Anda berkenan ===>>

0 comments:

Post a Comment

Terimakasih telah meninggalkan jejak

Muktir Rahman

Muktir Rahman
Muktir adalah nama langka, tidak banyak yang memilikinya, di Negeri ini. Sulit diucapkan, sulit dihafal tapi tidak sulit dikenang.
TA KAN TAH. Powered by Blogger.

My Blog List

Labels