Di sini boleh ngawur, ketawa, misuh, teriak dan sebagainya karena blog ini hanya TA-KAN-TAH. Takantah berarti tidak sungguhan, bisa fiktif belaka, namun blog ini nyata.

Saturday, March 16, 2013

MANCING KE TENGAH LAUT, HARUS TAHU ATURAN



From google

Selasa, 09 Maret 2013

13.30, Aku, Sufyan dan nom Farid ngumpul di rumah Sufyan untuk persiapan berangkat macing ke tengah LAUT di Kapedi.

14.20 segala sesuatu yang perlu disiapkan sudah kami persiapkan. Diantarnya pancing sederhana yang hanya berupa potongan sejengkal bambu utuh yang dirapikan pinggirannya. Untuk gulungan senar pengikat kail/pancing. Kemudian beton berupa benda kecil tapi berat, cukup untuk melawan arus di lautan. Beton tersebut diikatkan di ujung senar, setelah itu baru kail berukuran 14. Kail pancing yang dipasang tidak hanya satu, ada yang 2 ada pula yang tiga kail.

Selanjutnya, yang harus dan paling wajib dibawa adalah umpan. Ya, kami harus menyediakan umpan yang bagus. Karena itu, kami harus membelinya dulu ke pasar Kapedi. Kenapa harus beli? Yah, karena mancing di tengah berbeda dengan memancing di pinggir. Kalau di pinggir umpan yang biasa kami pakai berupa cacing darat atau cacing pasir yang juga dikenal dengan ‘rotos’. Jadi tidak harus beli. Sedangkan mancing di tengah harus menggunakan umpan berupa ikan juga. Dalam hal ini ikan kecil-kecil yang disebut ‘Bais’lah yang paling cocok dijadikan umpan. Satu kilo sangat cukup, harganya berkisaran Rp. 2000.

Pancing buatan dan umpan sudah ada, tinggal bekal makanan orangnya.

15.30, aku pulang dari rumah Sufyan, tempat kami ngumpul dan mercik bahan yang kami butuhkan untuk mancing. Kami sepakati akan berangkat ke pantai Kapedi pas jam 17.00. Rombongan pecinta mancing ini ada empat orang. Aku, Sufyan, Farid yang masih berstatus paman saya, terakhir Ramsi.

Dari keempat orang ini, Ramsi yang betugas menemukan Sampan ‘sewaan’ yang murah tapi meriah. Karena Ramsi ini anak yang paling dekat dengan pasar dan lautan di kapedi. Dan dari pencariannya, dia berhasil mendapatkan sampan dimaksud dengan harga fantastis murah. Rp. 60.000. harga yang benar-benar murah. Karena biasanya, para pemilik sampan mematok harga 100.000. Itu pun terbatas hanya 12 jam. Sedangkan sampan yang akan kami sewa ini, sehari semalam pun siap dengan harga yang tetap.

17.05, aku menunggu kedua temanku, Sufyan dan nom Farid di sebelah timur rumahku. Hingga di jam 16.11, mereka belum juga menampakkan diri.

Di tengah pikiranku yang was-was, tiba-tiba Ramsi (yang seharusnya tidak perlu melakukannya), datang untuk menyusul kami. “Leh, gimana, jadi gak?” tanya sekatika padaku.
“Harus. Tuh, mereka sudah datang.” Sambil aku mengarahkan telunjuk ke arah Sufyan dan nom Farid yang baru nongol.

16.14, kami pun berangkat menggunakan dua motor menuju rumah sang pemilik sampan. Pada saat itulah tak hentinya senyum mengembang dari bibirku. Betapa tidak, ini adalah kali pertama aku mancing ke tangah lauta. Sebuah impian yang lama terpendam, tapi akhirnya akan terbayar hari ini juga. Selam perjalanan, aku membayangkan senangnya mancing di tengah. Hem, pasti lebih menyenangkan dari mancing di pinggir pantai.

16.25, kami menyempatkan diri mampir ke toko di kapedi untuk melengkapi bekal kami. Untuk makan nanti di tengah, kami membeli roti. Ditambah rokok, minuman, cemilan dan ditambah kail pancing dan senar. Sebagai persiapan, berjaga-jaga takut nanti ada pancing yang bermasalah. Seperti pepatah, sedia payung sebelum hujan.
Jam 16.31,  kami lanjutkan perjalanan. Dan pada jam  16.38, kami pun sampai di tujuan. Rumah sang pemilik sampan.

Sesampainya di sana, senyum kami yang awalnya merekah bak bunga mawar yang paling haru, perlahan mulai layu dan bau. Sesuatu yang kurang menyenagkan sepertinya akan terjadi. Dan, akhirnya, memang benar. Kami terpaksa harus gagal untuk mancing ke tangah.

Ya, ini dikarenakan menurut bapak nelayan alias pemilik sampan yang akan kami sewa itu, bahwa mancing ke tengah lautan di malam hari bukan pilihan yang tepat. “Tidak ada orang macing ke tengah malam hari. Yang ada yah, nyolo ata magan” kata bapak itu.

Dan intinya, keputusannya adalah, macing ke tengah malam ini, GAGAL.

Hal ini terjadi karena kurangnya komonikasi. Padahal menurut si bapak, jam 06 pagi berangkat ke laut, tapi oleh Ramsi ditanggapi 06 sore baru berangkat ke laut. Ini mengingat, karena kami sama-sama belum pengalaman mancing ke tengah laut. Ketika kami mancing, hanya di bibir pantai datu di sungai. Dan itu kami lakukan pada malam hari. Dari sini, kami dapat pelajaran berharga, bahwa kalau mau mancing ke tengah lautan jangan di malam hari. Karena di malam hari, ikan pada ngantuk dan terlelap. :-)

17.44, kami bertiga, aku, Sufyan dan nom Farid pulang dan akan kembali lagi besok sesuai dengan waktu yang telah kami sepakati bersama. Jam 06.30 PAGI, bukan SORE. Sedang Ramsi masih di rumah Parto --menantu pemilik sampan yang akan mengkordinir keberangkatan kami besok pagi. Ramsi dan Parto pun berjanji akan memperbaiki pancing-pancing kami yang manurut Parto kurang siep.

17.19, aku baru sampai di kamarku.
>>=== Semoga Anda berkenan ===>>

0 comments:

Post a Comment

Terimakasih telah meninggalkan jejak

Muktir Rahman

Muktir Rahman
Muktir adalah nama langka, tidak banyak yang memilikinya, di Negeri ini. Sulit diucapkan, sulit dihafal tapi tidak sulit dikenang.
TA KAN TAH. Powered by Blogger.

My Blog List

Labels