"Parseh" dalam bahasa Madura adalah nama tunas kelapa. Pada awal tahun 2011saya dan Mak Tabri, kakak kandung, memborong kelapa yang kering tua di pohon dari pekebun kelapa di Serah Timur, Bluto Sumenep, tidak jauh dari desa kelahiranku. Setelah dengan susah payah menemukan kelapa tua kering di pohon, akhirnya sekitar 800 buah kami dapatkan. Waktu itu harga per buah rata-rata Rp. 1500. Kelapa itu rencana awal untuk dijadikan bibit, kemudian kami distribusikan ke orang yang butuh atau lebih tepatnya ingin menjadikan kampung Sasar (kampung kelahiranku) menjadi sentra kelapa. Hal itu melihat banyaknya lahan menganggur karena sebagian ditinggal merantau mencari kerja oleh pemiliknya.
Sumber: Google |
Singkat cerita, kelapa-kelapa itu pun muncul tunasnya sekalipun ada sebagian gagal, alias kering jadi batok. Sekitar tahun 2013 "Parseh" ditawarkan ke masyarakat, sebagian menyambutnya dengan antusias, sebagian besar lainnya tidak berminat.
Minggu kemarin (12/1), saya lihat Parseh masih lumayan banyak. Ada sekitar 100-an pohon, dan rata-rata batok kelapanya sudah lepas.
Sebelum balik ke Malang, Saya sempatkan untuk menanam Parseh itu di beberapa lahan milik keluarga. Saat itu cuaca panas sekali, dan memang sudah hampir setengah bulan tidak turun hujan, padahal sedang musim hujan. Jadilah beberapa orang menanggapi upaya saya dengan nada kwatir parseh yang saya pindahkan itu mati kekeringan. Pasalnya tidak ada tanda-tanda akan hujan dalam minggu-minggu ini dan kebetulan Saya tidak akan menyiraminya karena Saya di Malang.
Kemarin siang adik saya, Muhsin, mengabarkan di Sasar sedang hujan. Hari ini hujan lagi. Itu artinya bayi pohon kelapa akan mendapatkan kehidupan, dan sungguh kabar hujan di Sasar merupakan kabar terindah dan terpuitis yang saya dengar. Itu adalah kabar yang sesungguhnya membuat saya bergembira. Maka nikmat manakah yang bisa kudustakan?
>>=== Semoga Anda berkenan ===>>